Minggu, 12 September 2010

Hembusan Nafasmu Alirkan Darahku (“Lomba Blog 1000 Kisah Tentang Ibu Persembahan Ungu & Chocolatos”)

Ibu ....
Kau wanita terhebat dan terkuat yang ku kenal sepanjang hidupku.
Tak pernah menyerah, tak pernah putus asa....
Sedihpun kau simpan sendiri, karena kau tak ingin anakmu khawatir.
Ibu....sampai kapanpun ku tak akan pernah bisa membalas kasih sayangmu padaku



Ibu... “Engkaulah Nafas Kehidupanku ...”

“Ibu ku sayang....” begitu panggilan akrabku dengan ibu. Kami lebih dari sekedar Ibu – Anak, tapi ibu juga menjadi sosok teman bercanda, sahabat untuk curhat setiap masalah dan seorang pemimpin yang punya seribu cara untuk memberikan yang terbaik buat aku.

Masih teringat jelas saat aku berusia 8 Tahun, aku sosok anak perempuan yang begitu Tomboy. Padahal ibu sangat mengharapkan anak perempuan yang feminim setelah kelahiran 3 orang kakakku yang memang laki – laki semua. Aku sering main layangan, gundu, mobil – mobilan, robot mainan yang memang selayaknya mainan anak laki – laki di seusiaku.

Ibu tidak memarahiku, tapi ibu melakukan hal terbaik supaya aku dapat kembali agak normal. Ibu mengatur jadwalku untuk mengikuti Les Ballet, Les Sempoa, Les Bahasa Inggris dan Les berenang. saat aku berusia 10 tahun, aku menjadi Model Cilik. Ya.. ibu memasukkan aku di sanggar Modelling, tentu saja agar aku lebih feminim lagi.



Tekad dan perjuangan seorang ibu, ibu yang telah mengandung kita selama 9 bulan dan merawat kita, membesarkan kita, memandikan kita, menghisap ingus kita saat kita masih bayi karena beliau tak mau hidung kita lecet terkena tangan, bahkan membersihkan anus kita dari kotoran saat kita terbujur sakit, memapah kita ke kamar mandi dan menina bobokkan kita disaat kita tidur, sedangkan ibu kita tetap terjaga untuk mengawasi kita, supaya kita tidak di gigit nyamuk sehingga terbangun.
PERNAHKAH KITA INGAT ITU SEMUA?

Aku sering mengikuti perlombaan dan menjadi juara seperti Ballet, Sempoa dan juga Modelling. Sehingga pada saat itu, aku memiliki tabungan lebih untuk anak seusiaku.
Sejak TK hingga SMP, ibu selalu mengantar jemput aku ke sekolah maupun ke berbagai kegiatanku yang selalu padat. Terkadang ibu sampai lupa untuk memerhatikan dirinya sendiri.

Pernah suatu hari, ibu lupa hari Ulang tahunnya sendiri. aku dan seorang sahabat ku, memberikan kejutan kecil dengan membuat Kue Tart hasil sendiri. Bentuk kue itu menarik, tetapi kami tahu bahwa rasa kue itu tidak seperti tampilannya. Untuk menutupi itu, aku selalu menyediakan GERY CHOCOLATOS yang merupakan coklat favorite ibu, aku dan sahabatku. Aku yakin, GERY Chocolatos mampu menutupi rasa kue buatanku yang kurang enak dengan rasa coklatnya yang begitu nikmat. Aku memeluk ibu selama 5 menit tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ibu juga demikian. kami memberikan waktu untuk hati kami saling berbicara. Mungkin inilah sebuah ikatan batin antara ibu dan anak.


Tapi saat aku beranjak SMA, kami terbentur masalah keuangan. Mungkin yang namanya “Roda Kehidupan” telah berputar. Tetapi ibu tetap tidak mau menggunakan uang tabunganku.

“Simpan uang itu untuk keperluan sekolah kamu, ngel. Kamu harus berhasil meraih mimpi kamu menjadi seorang programmer.” Ujar ibu saat aku menawarkan uang tabunganku. Ibu juga mengajarkan aku untuk menabung. Mulai dari uang logam yang bentuk celengannya berupa Kodok, uang kertas 1000 yang disimpan dalam gulungan kertas, uang 5000 yang digulung lalu diikat dengan karet gelang. Ibu mengajariku untuk “MENGHARGAI SESUATU YANG KECIL. KARENA HAL KECIL YANG DIPENDAM, AKAN MENJADI BESAR.”

Hari demi hari, keadaan semakin memburuk. Sampai akhirnya, ibu yang memang bisa membuat kue kering mendapat pesanan untuk kue lebaran sebanyak 200 toples dalam waktu 3 hari. Aku sangat kasihan melihat ibu saat itu. Dia melakukannya sendiri. Ya ! Sendiri. Ibu tidak punya pembantu dalam waktu sesingkat itu. Dalam 1 hari, Ibu hanya tidur 4 jam. Subuh dia sudah membuat selai ( untuk kue nastar ), lalu pagi dia menyiapkan bahan dasar dan selama sore hingga larut malam, ibu terus membentuk kue – kue manis itu lalu memasukkan ke dalam oven. Setelah masak, lalu diangkat dan disusun ke dalam toples. Aku sedih karena tidak bisa membantu ibu. Apalagi saat melihat raut kesedihan ibu saat kue yang dikeluarkan ternyata gosong. Aku hanya bisa merusak kue – kue itu saja. Tidak lebih ! Mungkin karena sifat tomboyku dulu masih ada sampai sekarang. aku melihat, rambut ibu sangat berminyak, kotor, kusam bahkan menghabiskan 3 bungkus shampo sachset untuk sekali keramas. Tapi itu semua ibu lakukan demi aku.



Aku sadar, aku tidak memiliki bakat dalam hal masak memasak. Hobbyku adalah fotografer. Aku mulai mencari kerja sampingan. Aku menjadi tukang foto untuk acara ulangtahun, tempat wisata, acara pensi sekolah, dll. Aku juga pernah berjualan makanan, baju dan kerja dibengkel motor kecil. Itu semua tanpa sepengetahuan ibu. Ibu tidak mengijinkanku untuk mencari uang. Ibu hanya mau aku sekolah. Diluar itu, semua tanggungjawab ibu.

Singkat cerita, keadaan ekonomi kami membaik. Ibu mulai berjualan dari makanan, baju, kosmetik, panci, toples plastik dan akhirnya memiliki pendapatan tetap. Aku juga minta maaf karena berbohong sama ibu mengenai pekerjaanku. Aku tidak bisa menyembunyikan hal ini berlarut – larut. Apalagi saat aku mendengarkan lagu yang selalu aku dan ibu putar sejak tahun 2006 sebelum kami tidur.. TERCIPTA UNTUKKU - UNGU





“ Kamu anak yang mandiri. Ibu bangga sama kamu. Tapi Jangan pernah bohong lagi ya sama ibu..” tetesan air mata ibu terasa dipundakku saat ibu memeluk aku. Kaki ini terasa tak berdaya mendengar suara yang parau itu. Seandainya ibu tidak memelukku seerat itu, mungkin aku sudah jatuh ke lantai..

Aku selalu ingat kata – kata bijak ibu..

“ Masa remaja itu masa yang paling indah. Kamu harus menikmati masa remaja kamu sebaik mungkin.”

“ Angel, hanya diri kamu sendiri yang mampu menjaga keutuhannya. Pilih yang terbaik ya.“

“ Jagalah pikiranmu, nak.. karena kamu akan menjadi apa yang kamu pikirkan.”

Semua untaian kata itu selalu tertanam hebat dalam pikiranku. Aku tidak mengerti lagi bagaimana cara untuk membalas kebaikan, ketulusan, kesabaran ibu dalam membesarkan aku. Suatu hari, seorang bapak yang kukenal baik, memberikanku tiket ke Malaysia untuk 2 orang. Ya, aku sering membantu bapak itu dan memang dia seseorang yang lebih dari cukup dari segi ekonomi. Untuk pertama kalinya, aku dan ibu pergi keluar negri. ibu terlihat sangat bahagia. Aku merasa lega karena berhasil membuat senyum itu menghiasi wajah ibu.
Sesampainya di Indonesia, ibu mengatakan ingin keluar negri lagi, tapi dengan negara yang berbeda. Lalu aku membuka semua tabunganku, aku mulai menghitung. I’M HAPPY ! Selain uang tabunganku yang cukup, ada sebuah jasa penerbangan yang lagi promo sehingga harga tiket muraaaaaaah banget!



Aku membawa ibu berkeliling ke Singapore, Shenzhen (china) dan Hongkong. Ya, walaupun hanya 2 hari di tiap negara dan tidur di hotel seadanya, tapi ibu sangat menikmati perjalanan itu.
Aku tidak pernah menyesal untuk menghabiskan uang tabunganku bersama ibu. Karena tujuan hidupku hanyalah ibu.

Pada saat di Hongkong, kami makan di kaki lima. Lalu meja sebelah kami, tampak seorang nenek yang terduduk lemah di kursi roda. Mungkin karena faktor usia, nenek itu sudah tidak dapat melakukan apa – apa. Ia tidak berdaya. Tapi seorang anak perempuan yang disampingnya, senantiasa mendorong kursi roda, menyuapi dan mengelap makanan yang jatuh dibajunya.

“ Kalau ibu sudah menjadi seperti nenek itu, apa kamu mau menjadi anak perempuan itu, Ngel ?”
Mama bertanya dengan setengah suara tanpa mengalihkan pandangannya dari nenek itu.

Aku hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah kata. Airmataku jatuh tidak tertahankan.

“ Ibu, I will do the best for you until the end of time.” Ucapku dalam hati.

Aku Sayang IBU.. Aku Cinta IBU..
Ibu... “Engkaulah Nafas Kehidupanku ...”